Di atas langit ketujuh, terdapat istana Awan yang sangat
megah. Di istana itu, tinggalah tujuh bidadari yang cantik-cantik nan jelita.
Setiap hari pakaiannya berubah-ubah. Berwarna-warni. Warna cerah adalah
kesukaan para bidadari itu. Konon bidadari-bidadari itu, saat turun ke bumi,
mereka berwujud kupu-kupu dengan warna merah, jingga, kuning, hijau, biru,
nila, dan ungu. Sehingga kupu-kupu itu terlihat sangat mempesona.
Kecantikan yang dimiliki para bidadari itu tidak dimiliki
manusia. Itu sebabnya, ada salah satu bidadari yang sombong karena
kecantikannya. Bidadari Merah itu panggilannya. Ia suka membanggakan diri dan
mengolok-olok bidadari yang lain. Padahal bidadari yang lain masih saudaranya.
Pada suatu hari, para bidadari itu pergi bermain ke bumi.
Seperti biasanya, tempat pertama yang dikunjungi oleh para bidadari itu ialah
sungai Periangan. Mereka mandi di sana kemudian mengisi kendinya dengan air.
Air itu akan di bawa ke istana Awan untuk menyirami taman bunga milik para
bidadari.
Saat perjalanan pulang, salah satu bidadari yang biasa
dipanggil bidadari Merah menyendiri. Ia tidak mau bergabung dengan
teman-temannya yang lain. Merah memang mempunyai watak angkuh dan sombong. Ia
selalu memamerkan kecantikan dan kelebihan lain yang dimilkinya. Ia merasa kuat
dan berani. Sebab itulah bidadari Merah berniat akan memamerkan kecantikannya
kepada manusia bumi. Berbeda dengan bidadari-bidadari lainnya. Mereka lebih
rendah diri dan sopan dengan manusia.
Akibatnya, manusia bumi tidak menyukai bidadari Merah karena
kesombongannya sendiri. Saat, para bidadari itu sedang jalan-jalan di taman dan
beterbangan kian ke sana ke mari, Merah menolak untuk bergabung dan memutuskan
memisah dari teman-temannya.
Dengan nada meledek, merah berkata “Aah… aku mau main
sendiri aja, males lah kalau harus bareng-bareng gak seru !”
Bidadari lain pun mencegah niat Merah dan membujuknya supaya
tidak memisah dan main sendiri.
“Kalau menurut kami, lebih baik jangan Merah !”
Merah tak menghiraukan nasehat dari bidadari lain. Malah
mengepakkan sayapnya, menjauh dan menghilang. Setelah lelah terbang jauh
mengelilingi taman, ia tidak menyadari kalau taman yang dikunjungi bukan
taman yang sebelumnya para bidadari kunjungi. Ia tak peduli dan tetap terbang
dengan bebasnya.
***
Waktu
mulai gelap. Merah tersesat. Ia lupa arah jalan pulang. Padahal sejak
berangkat, ia sudah berusaha mengingat rute yang telah dilewati. Namun sesal,
ternyata ia lupa.
Saat pencarian menemukan jalan pulang, Merah bertemu dengan
Kodi si Kodok hitam. Merah hanya berjalan santai seolah tak terjadi apa-apa. Ia
malu bercerita tentang kemalangannya. Dan malah sebaliknya ia mengolok,
“Hei, kodok dekil, ngapain kamu deket-deket aku? Badan kamu
bau!”
“Perkenalkan namaku Kodi. Bukan maksudku dekat-dekat kamu
kupu-kupu yang cantik, tapi aku mau bertanya, ngapain malam-malam kaya gini
kamu keluyuran di taman ini ?” jawab kodok dengan nama merendah.
“Emang aku sengaja mau jalan-jalan malam. Aku kan kupu yang
kuat dan pemberani, gak seperti teman-temanku yang lain yang penakut” Merah
menutupi ketakutan dengan kesombongannya.
Kodok pergi dan meninggalkan Merah sendirian di taman itu.
Kali ini, Merah baru merasa sendirian dan ketakutan. Di sekelilingnya terdengar
suara-suara aneh. Hiii… menakutkan.
Sadar dengan kesendiriannya, Merah pun menangis. Ia merasa
lemah dan malu. Ketakutanlah yang telah membuatnya menangis. Ia menyadari kalau
ia bukan bidadari yang berani dan kuat seperti bualannya. Merah meringkuk dan
terus menangis.
Ternyata, Kunang-kunang memperhatikan Merah. Ia
pun merasa kasihan melihat Merah yang malang. Dengan ramah ia mendekat dan
mendekat lalu menenangkan Merah.
“Kupu-kupu yang cantik, di mana rumahmu?”
“Aku dari istana Awan, sebenarnya aku jelmaan dari bidadari
yang tinggal di langit.” Bisik si Merah.
“Oh iya,,, aku tidak menyangka bakal ketemu dengan
bidadari.” Sanjung kunang-kunang.
“Sebenarnya, aku tersesat. Tadinya aku dengan teman-teman,
tapi aku memutuskan untuk jalan-jalan sendiri. Aku malu bertanya dengan
teman-teman yang bertemu denganku. Aku merasa kuat dan berani. makanya sampai
malam begini aku masih di sini dan belum menemukan jalan pulang.” Gundah si
Merah.
Kunang-kunang merasa bangga dengan kejujuran si Merah.
Dengan sinar yang memancar dari tubuh kunang-kunang ia dengan senang hati
mengantarkan si Merah kembali ke langit. Kejujuran si Merah membuatnya bisa
berkumpul kembali dengan teman-temannya.
Kini bidadari Merah hidup bahagia di istana langit. Ia pun
menyadari bahwa hidup itu butuh orang lain, dan kejujuran akan mengalahkan
kesombongan. Mulai saat itulah, warna pelangi menyatu dan menghias langit biru
dengan warna-warna yang indah nan mempesona.
0 komentar:
Posting Komentar